Harga Daging Babi di Bandung Raya Sangat Tinggi, Presiden AMI: Bertahan Hingga 2 Tahun ke Depan

Harga daging bab

TOPMETRO.NEWS – Harga daging babi di Bandung Raya kini mencapai Rp 150.000 hingga Rp 160.000 per Kg untuk jenis daging samcan.

Dari rilis daftar harga penjualan daging babi di Bandung Raya oleh Kelompok Usaha Penjualan Daging Babi Sehabat Bandung Raya, disebutkan harga daging merah Rp 140.000/kg, samcan Rp 155.000/kg, daging lemak berkulit Rp 130.000/kg, iga Rp 150.000/kg, tulang kaki Rp 100.000/kg, dan tulang bakut Rp 90.000/kg. Oleh kelompok usaha ini, harga itu termasuk ongkos pengiriman ke rumah para pelanggan sembari mendukung program pemerintah mengurangi resiko penyebaran covid-19.

“Harga jual daging babi di kelompok usaha kami saat ini masih relatif sangat tinggi. Penjualan daging babi di Bandung Raya telah lesu,”kata K. Sidauruk, Kepala Divisi Usaha Sehabat itu, Senin, 5/4/2021.

Pada kesempatan serupa, Kamron Gultom Koordinator Kelompok Usaha Sehabat mengungkapkan ternak dan ketersediaan babi di Jawa Barat saat ini “hancur lebur”.

Jawa Barat khususnya Bandung Raya hanya bisa mengharapkan pasokan daging babi dari Jawa Tengah. Sementara untuk kebutuhan daging babi di wilayah Jawa Barat lainnya seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan sekitarnya dipasok dari Bali, Jawa Timur, atau Lampung melalui Jakarta.

“Walaupun peruntukannya untuk kalangan terbatas, penjualan daging babi di Bandung Raya ini memiliki prospek yang bagus. Apalagi masih erat kaitannya dengan budaya dan agama tertentu bagi sebagian warga di Jawa Barat, “kata Gultom.

Harga daging bab3

Hukum Pasar dan Virus ASF

Menanggapi lesunya permintaan dan tingginya harga jual daging babi itu, Presiden Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Dr. Ir. Sauland Sinaga, S.Pt, M.Si., mengatakan hal tersebut sebagai fenomena hukum pasar.

Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta. Jika harga objek di pasar meningkat, lebih sedikit orang yang mau membelinya karena terlalu mahal. Jika harga objek di pasar menurun, lebih banyak orang akan mau membelinya karena harganya lebih murah.

“Ini kaitannya dengan hukum supply and demand, ”tutur Sauland Sinaga kepada Desmanjon Purba kontributor untuk media online ini melalui ponselnya saat dosen peternakan Unpad tersebut berada di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin, 5/4/2021.

Menurut Sinaga, harga babi sangat tinggi pada saat ini karena ketersediaan babi di peternakan mulai berkurang disebabkan terkena wabah ASF (African Swine Fever). ASF atau demam Babi Afrika merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi.

Secara resmi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengakui kejadian ASF di Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) tertanggal 12 Desember 2019. Surat ini sekaligus menegaskan, penyebab utama kematian babi di sana adalah ASF.

“Sebenarnya, virus ASF ini sudah mulai melanda Indonesia pada awal-awal kasus kematian babi di Sumut sekitar bulan Oktober 2019. Melihat situasi wabah ASF ini, kondisi tingginya harga daging babi di pasaran akan bertahan hingga 2 tahun ke depan,” kata Sinaga.

Harga daging bab2

Semangat di Tengah Wabah

Sauland Sinaga tampak yakin, di tengah wabah ASF, para peternak babi tetap bersemangat dalam menjalankan usaha ternak babi. Harga jual di pasaran saat ini mau tidak mau masih memang tinggi dan hanya menyasar konsumen tertentu saja.

“Kini, walaupun kondisi wabah ASF, saya lihat semangat peternak dalam usaha ternak babi semakin terpacu. Prospek pasar para konsumen babi di Indonesia bisa mencapai 10% sampai dengan 15% dari jumlah penduduk Indonesia. Ini peluang besar, “kata Sauland.

Di sisi lain, warga Kota Bandung ini mengakui bahwa hingga saat ini vaksin untuk virus ASF belum dapat dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan maupun koalisi ilmuwan vaksin kelas dunia. Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti, melakukan manajemen peternakan babi yang baik, serta pengawasan yang ketat dan intensif untuk daerah yang berisiko tinggi.

Biosecurity merupakan kegiatan melindungi ternak dari bahaya serangan virus dan penyakit atau pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dengan mencegah semua kemungkinan tertularnya ASF tersebut.

“Jadi, solusi pencegahan virus ASF ini, antara lain melakukan upaya biosekuriti dan melakukan disinfeksi secara rutin. Kebersihan barang maupun orang yang masuk ke peternakan babi diperketat. Kesehatan, asupan pakan dan gizi untuk ternak babi diperhatikan dengan baik. Mudah-mudahan herd immunity (kekebalan) atas virus ASF pada ternak babi bisa terjadi, “harap Sauland.

Menghargai Pahlawan Protein Hewani

Wabah virus ASF diharapkan membuka mata pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk semakin peduli atas ternak babi.

Pemerintah sejatinya dapat menghargai dan mendukung peternak sebagai pahlawan protein hewani bagi bangsa ini.

Apalagi produksi ternak babi Indonesia sudah sempat surplus dan telah menjadi negara pengekspor yang tentunya mendatangkan devisa bagi negara.

“Dengan posisi saat ini yang telah menjadi eksportir ternak babi semestinya harus tetap dipertahankan jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar bagi produk negara lain,“tutur Sinaga.

Dirilis dari troboslivestock, Presiden AMI Sauland Sinaga, pada (1/2/2020) lalu, menyatakan ternak babi merupakan komoditas bisnis dan mata pencaharian bagi sebagian masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

Perputaran uang dari bisnis komoditas peternakan penghasil protein hewani inipun terus meningkat hingga mencapai Rp 51,2 triliun per tahun. Merujuk pada Statistik Peternakan 2019, populasi babi di Indonesia mencapai 8.922.654 ekor yang tersebar di 34 provinsi.

Terdapat 7 provinsi sebagai sentra peternakan babi yaitu Nusa Tenggara Timur sebanyak 2.432.501 ekor, Sumatera Utara sebanyak 1.274.904 ekor, Bali sebanyak 850.870 ekor, Sulawesi Selatan sebanyak 795.959 ekor, Papua sebanyak 728.213 ekor, Kalimantan Barat sebanyak 489.342 ekor, serta Sulawesi Utara sebanyak 427.777 ekor.

Sauland berharap, pemerintah harus menetapkan atau memproteksi wilayah yang aman secara tata ruang untuk perkembangan usaha peternakan babi agar bisa lebih berdaya saing dan menang di pasar global. Usaha peternakan babi ini tetap menjanjikan ke depan mengingat jumlah penduduk Indonesia dan dunia terus bertambah.

Seluruh stakeholder harus bersatu untuk kemajuan peternakan tanah air termasuk di komoditas ternak babi. Ke depan, Indonesia harus memiliki ketahanan pangan asal sumber protein hewani yang sangat urgen untuk kecerdasan dan ketahanan suatu bangsa.

“Apalagi ternak babi ini bukan hanya sumber protein untuk kebutuhan biologis tetapi juga menyangkut aspek sejarah, budaya dan agama bagi sebagian masyarakat Indonesia, “papar Sauland Sinaga.

BACA BERITA LAIN | Ribut Gegara Kotoran Babi, Boru Manalu Diamankan Polisi

Seperti diwartakan TOPMETRO.NEWS sebelumnya gegara kotoran babi. Begitulah kini nasib boru Manalu (45) yang diamankan Polsek Bagan Sinembah, Kamis (24/12/2020).

Wanita yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) ini dipersangkakan telah melukai dua orang tetangganya dengan melemparkan pecahan batu semen.

sumber | relis/desmanjon

foto | wowkeren/okezone

Related posts

Leave a Comment